Senin, 28 November 2011

Hak atas Status Kewarganegaraan merupakan salah satu HAM

Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain .
Disini saya ingin membahas mengenai hak manusia atas status kewarganegaraan. Hak atas hal ini telah tercantum di dalam pasal pasal 28D ayat (4) UUD 1945, yaitu “setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”. Hal ini merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki manusia.

Sebelumnya disebutkan bahwa pengertian HAM menurut UU no. 39 th 1999 tentang HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

SIAPA YANG DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI WARGA NEGARA

Sering kita jumpai di dalam formulir-formulir resmi mengenai informasi diri terdapat kolom atau baris yang meminta keterangan warga negara. Hal itu yang awalnya mengusik saya untuk tahu mengapa diperlukan sebuah status kewarganegaraan itu.

Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Seperti isi Pasal 26 UUD 1945

CARA MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN

Diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atau diperoleh atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi (pewarganegaraan). 

Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya.

Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah.

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih
f. jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
g. mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
h. membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.;

KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat
tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
d. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
e. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
f. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
g. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau
i. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Kewarganegaraan RI yang telah hilang dapat diperoleh kembali dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17 UU no 12 tahun 2006 ttg kewarganegaraan.

KESIMPULAN

Status kewarganegaraan merupakan sesuatu yang penting, terutama dalam menjalani kehidupan di dalam masyarakat. Dengan memiliki satatus sebagai seorang warga negara maka secara tak langsung kita akan mendapat kemudahan-kemudahan dalam beraktifitas di kehidupan sosial masyarakat. Antara lain diberi hak atas pekerjaan, hak membela negara, hak setara di depan hukum dan pemerintahan. Hal yang terakhir merupakan suatu keuntungan tersendiri, sebab dalam mencari kedudukan di pemerintahan hanya akan bersaing dengan sesama warga negara RI. Dimana dpat saling bekerjasama untuk memajukan pemerintahan Indonesia ke depannya kelak.

Kewarganegaraan biasanya dicantumkan di kartu identitas diri, baik katu tanda penduduk, paspor, maupun dokumen identitas lainnya. Karena kewarganegaraan dikatakan bisa hilang, maka sepatutnya kita untuk menjaga identitas kewarganegaraan kita dengan sebaiknya-baiknya. Hak atas kewarganegaraan yang telah diperoleh juga harus diimbangi dengan kewajiban untuk menjaga identitas nasional bangsa serta menjaga nama baik bangsa di mata dunia.  Selain itu kewajiban lainnya adalah menghormati dan menghargai kewarganegaraan orang lain agar tercipta suatu kedamaian dalam kehidupan satu sama lain serta terjalin kerjasama yang menguntungkan meski terdapat perbedaan.

~semoga bermanfaat, jika terdapat kekeliruan mohon maaf dan silahkan beritahu saya segera. Terima kasih.. ^^

Kamis, 24 November 2011

Perkembangan Euthanasia di Indonesia dan Luar Negeri, serta Pandangan Hukum dan HAM terhadap Euthanasia.

Dalam postingan sebelumnya telah dibahas apa itu Euthanasia, Euthanasia merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pihak medis untuk mempercepat kematian pasien dengan tujuan meringankan penderitaan pasien tersebut. Hal ini sangatlah erat kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu hak dasar yang dimiliki sejak lahir. Pengertian HAM sendiri beragam, antara lain:
1. menurut PBB, HAM adalah hak yang secara kodrati melekat pada manusia, yang apabila tidak ada, kita tidak akan hidup sebagai manusia.
2. menurut Miriam Budiardjo, HAM adalah hak asasi yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat.
3. menurut pasal 1 angka 1 UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat.

Salah satu dari isi HAM adalah menyangkut hak hidup. Di sini Euthanasia dianggap melanggar HAM, sebab bertentangan dengan hak hidup manusia karena dengan sengaja memperpendek kehidupan seseorang. Namun dalam beberapa hal Euthanasia juga dianggap sebagai perwujudan dari hak untuk menentukan diri sendiri. Dari sinilah mulai muncul pertikaian-pertikaian pendapat mengenai ke-legal-an Euthanasia di suatu negara.

A. Perkembangan Euthanasia di Indonesia

Euthanasia di Indonesia dianggap sebagai suatu bentuk tindak pidana, karena merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadap nyawa, hal ini terbukti dengan adanya Pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan Euthanasia yaitu Pasal 344 KUHP yang berbunyi: "Barang siapa yang merampas nyawa orang lain yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun".

Indonesia sebagai negara berasaskan Pancasila, dengan sila pertamanya ‘Ketuhanan Yang Mahaesa’, tidak mungkin menerima tindakan “Euthanasia aktif”. Mengenai “Euthanasia pasif”, merupakan suatu “daerah kelabu” karena memiliki nilai bersifat “ambigu” yaitu di satu sisi bisa dianggap sebagai perbuatan amoral, tetapi di sisi lain dapat dianggap sebagai perbuatan mulia karena dimaksudkan untuk tidak memperpanjang atau berjalan secara alamiah.

Sampai saat ini, kaidah non hukum yang manapun, baik agama, moral, & kesopanan menentukan bahwa membantu orang lain mengakhiri hidupnya, meskipun atas permintaan yang bersangkutan dengan nyata & sungguh-sungguh adalah perbuatan yang tidak baik. Terbukti dari aspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam pelaksanaan euthanasia. Sebenarnya, dengan dianutnya hak untuk hidup layak & sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih jelas lagi dari segala penderitaan yang hebat. Banyak orang berpendapat bahwa hak untuk mati adalah hak azasi manusia, hak yang mengalir dari “hak untuk menentukan diri sendiri” (the right of self determination/TROS).
 
Meskipun Euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun mempunyai implikasi hukum yang sangat luas, baik pidana maupun perdata. Pasal-pasal dalam KUHP menegaskan bahwa Euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan. Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut:

• Pasal 338: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.”
• Pasal 340: “Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun.”
• Pasal 344: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun.”
• Pasal 345: “Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.”
• Pasal 359: “Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya."

B. Perkembangan Euthanasia di Luar Negeri.

Masalah hak untuk mati ini di beberapa negara maju sudah ada pengaturannya di dalam Perundang-undangan negara tersebut, seperti negara Eropa, tetapi hak untuk mati itu tidak bersifat mutlak, seperti adanya keputusan dari Pengadilan Negeri Leeuwarden yang menetapkan tolak ukur perumusan “tidak dikenai hukum” atau “tanpa hukuman” terhadap Euthanasia yang dilakukan. Sedangakan menurut negara Belanda yang pertama kali melegalkan Euthanasia, Euthanasia hanya dapat dilakukan kalau si pasien sendiri yang meminta dan telah memenuhi syarat-syarat untuk dilaksanakannya euthanasia.
Di Amerika Serikat, euthanasia lebih populer dengan istilah “physician assisted suicide”. Negara yang telah memberlakukan Euthanasia lewat undang-undang adalah Belanda & di negara bagian Oregon-Amerika Serikat.

Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, antara lain:
- Orang yang ingin diakhiri hidupnya adalah orang yang benar-benar sedang sakit & tidak dapat diobati, misalnya kanker.
- Pasien berada dalam keadaan terminal, kemungkinan hidupnya kecil & tinggal menunggu kematian.
- Pasien harus menderita sakit yang amat sangat, sehingga penderitaannya hanya dapat dikurangi dengan pemberian morfin.
- Yang boleh melaksanakan bantuan pengakhiran hidup pasien, hanyalah dokter keluarga yang merawat pasien & ada dasar penilaian dari dua orang dokter spesialis yang menentukan dapat tidaknya dilaksanakan Euthanasia.
Semua persyaratan itu harus dipenuhi, baru Euthanasia dapat dilaksanakan.

C. Pandangan Hukum dan HAM  Terhadap Euthanasia.

Dengan adanya Declaration of Human Rights hanya ada “hak untuk hidup”, Hak untuk hidup merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar dan melekat pada diri manusia secara kodrat, berlaku universal dan bersifat abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, tetapi hak untuk mati belum ada pengaturannya, karena itulah euthanasia merupakan suatu tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia dan bertentangan dengan asas ketuhanan yang maha esa.

Kesimpulan

HAM yang terutama adalah “hak untuk hidup”, yang dimaksudkan untuk melindungi nyawa seseorang terhadap tindakan sewenang-wenang dari orang lain. Oleh karena itu masalah euthanasia yang didefinisikan sebagai kematian yang terjadi karena pertolongan dokter atas permintaan sendiri atau keluarganya, atau tindakan dokter yang membiarkan saja pasien yang sedang sakit tanpa menentu, dianggap pelanggaran terhadap hak untuk hidup milik pasien.

Tetapi dalam perkembangannya, di negara maju seperti Amerika Serikat, diakui pula adanya ‘hak untuk mati’ walaupun tidak mutlak. Dalam keadaan tertentu, Euthanasia diperbolehkan untuk dilakukan di Amerika Serikat. Namun di Indonesia, masalah Euthanasia ini tetap dilarang. Oleh karenanya, dikatakan bahwa masalah HAM bukanlah merupakan masalah yuridis semata-mata, tetapi juga bersangkutan dengan masalah nilai-nilai etis & moral yang ada di suatu masyarakat tertentu.

Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa euthanasia di Indonesia tetap dilarang. Larangan ini terdapat dalam pasal 344 KUHP yang masih berlaku hingga saat ini. Akan tetapi perumusannya dapat menimbulkan kesulitan bagi para penegak hukum untuk menerapkannya atau mengadakan penuntutan berdasarkan ketentuan tersebut.

Agar pasal 344 KUHP dapat diterapkan dalam praktik, maka sebaiknya dalam rangka ‘ius constituendum’ hukum pidana, bunyi pasal itu hendaknya dirumuskan kembali, berdasar kenyataan yang yang terjadi & disesuaikan perkembangan di bidang medis.

Jadi, jangan pernah mencoba melakukan Euthanasia di Indonesia sebab peraturan di Indonesia melarangnya secara tegas dan nyata karena dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai kesopanan, moral, dan agama.

~semoga bermanfaat, jika terdapat kekeliruan mohon maaf dan silahkan beritahu saya segera. Terima kasih.. ^^

Euthanasia, apa itu?

Saya sering mendengar kata Euthanasia, meski awalnya saya tidak begitu paham apa itu Euthanasia namun saya sekarang saya sudah mengetahui apa itu Euthanasia. Secara umum saya mengartikannya sebagai upaya meringankan penderitaan pasien dengan mempercepat kematian.

Euthanasia itu sendiri merupakan bahasa Yunani, yang dibagi menjadi dua kata yaitu Eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan Thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis artinya adalah mati dengan baik. Secara terminologi diartikan sebagai kematian yang dipercepat. Namun bukan berarti dapat diartikan sebagai pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain sebab kedua hal ini memang berbeda, meskipun terdapat unsur-unsur yang sama antara keduanya seperti yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disebut KUHP). 

Kode Etik Kedokteran Indonesia mengartikan Euthanasia dalam tiga arti, yakni:
1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang & aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Tuhan di bibir.
2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberi obat penenang.
3. Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri & keluarganya.

Euthanasia sendiri dapat digolongkan menjadi beberapa macam, antara lain:
A. Euthanasia aktif, tindakan secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup pasien. Merupakan tindakan yang dilarang, kecuali di negara yang telah membolehkannya lewat peraturan perundangan.
B. Euthanasia pasif, dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, misalnya menghentikan pemberian infus, makanan lewat sonde, alat bantu nafas, atau menunda operasi.
C. Auto euthanasia, seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan dia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Auto euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.

Karena masih banyak pertentangan mengenai definisi Euthanasia, maka diajukan berbagai pendapat sebagai berikut:
a. Voluntary euthanasia: Permohonan diajukan pasien karena, misalnya gangguan atau penyakit jasmani yang dapat mengakibatkan kematian segera yang keadaannya diperburuk oleh keadaan fisik & jiwa yang tidak menunjang.
b. Involuntary euthanasia: Keinginan yang diajukan pasien untuk mati tidak dapat dilakukan karena, misalnya seseorang yang menderita sindroma Tay Sachs. Keputusan atau keinginan untuk mati berada pada pihak orang tua atau yang bertanggung jawab. Assisted suicide: Tindakan ini bersifat individual dalam keadaan & alasan tertentu untuk menghilangkan rasa putus asa dengan bunuh diri.
c. Tindakan langsung menginduksi kematian. Alasan adalah meringankan penderitaan tanpa izin individu yang bersangkutan & pihak yang berhak mewakili. Hal ini sebenarnya pembunuhan, tapi dalam pengertian agak berbeda karena dilakukan atas dasar belas kasihan.


~semoga bermanfaat, jika terdapat kekeliruan mohon maaf dan silahkan beritahu saya segera. Terima kasih.. ^^